Sebenernya ini cerita udah lama buatnya udah hampir setahun, hehe masih banyak yang perlu dibenerin dari cerita ini, mulai dai pemilihan bahasa, diksi dan lai-lain, mohon masukannya aja guysss ☺✌
semua orang terlahir ke dunia dengan membawa segala mimpinya masing-masing, tidak ada seseorang yang tidak mempunyai mimpi, hanya saja banyak yang tak mau mengartikan mimpinya menjadi kenyataan, yuk sama-sama bermimpi, memimpikan apa yang menjadi harapan selama ini, yuk sama-sama mewujudkan! itu yang terpenting! ❤
❤WUJUDKAN CITA-CITA DALAM MIMPI INDAH❤
“Joko apa yang sedang kau lihat” tanya Dono
“aku sedang mencari cita-cita” jawabnya
“hahaha (tertawa) cita-cita? untuk apa kau mencari cita-cita,”
“kata bapak Samson kita harus menggapai cita-cita kita setinggi
langit, bagaimana caranya aku bisa menggapainya, sedangkan langit saja
begitu tinggi”
“haha (tertawa) itu hanya perumpamaan saja la Ko, cobalah kau lihat
itu (menunjuk), ya, anak kuliahan itu, mereka saja belum tentu paham
dengan cita-cita ya meskipun mereka setiap hari berangkat kuliah,
mungkin saja sewaktu di kelas mereka hanya ngobrol, tidur, atau main
gadget”
“hah apa itu gagdet?”
“ya masa kau tak tau apa itu gagdet, itu Hp model sekarang yang layarnya super lebar”
“seperti apa itu bentuknya? Aku belum pernah melihatnya”
“hey jangan kau kira aku ini anak jalanan yang tau apa-apa, kalo semacam itu aku tahulah”
“ahh sudah-sudah aku tak maksud dengan apa yang kau bicarakan itu,
ayok kita pergi” Joko segera melangkah pergi meninggalkan Dono,
“cita-cita oh cita-cita (sambil memandang langit) Joko sudah gila,
dia memikirkan cita-cita padahal kita ini cuma pemulung yang setiap
harinya mengobrak abrik sampah mana mungkinlah bisa menggapai cita-cita
itu”
Dilihatnya Joko yang sudah melangkah jauh membuat Dono berlari untuk
mengejarmya. Memang mereka berdua sudah sangat akrab, sudah seperti
saudara sendiri, mereka saling menyayangi, melindungi dan juga saling
membantu dalam hal apapun.
Dono berasal dari keluarga yang berlatar belakang tidak mampu dia
dulu tinggal bersama seorang nenek tua yang kerjaanya hanya menjual
tempe tetapi setelah meninggalnya nenek tersebut Dono menjadi
gelandangan, hidup dibawah kolong jembatan, sedangkan orang tua
kandungnya sudah lama pergi meninggalnya, ibunya sengaja
meninggalkannya dari ia sejak lahir, karena malu hamil di luar nikah,
sedangkan ayahnya tidak jelas asal usulnya, tetapi Joko tetap semangat
dalam melanjutkan kehidupannya karena menurutnya masa lalu yang kelam,
tidaklah harus diratapi. Sedangkan Joko ia berasal dari keluarga yang
kaya raya, ayahnya seorang pengusaha sukses, dan ibunya seorang dokter
gigi, dulu dia pernah bercita-cita menjadi pilot, namun setelah
terjadinya krisiss moneter lima tahun yang lalu ayahnya mengalami
kebangkrutan dan terlilit hutang dengan Bank. Setahun setelah kejadian
itu ayah dan ibunya bercerai, ibunyapun meninggalkan Joko dan ayahnya,
karena ayahnya tak tau menau dalam mengurusi anak, Joko di titipkan di
panti asuhan, kemudian ayahnya pergi ke Bali untuk mencari pekerjaan,
karena sering terintimidasi Joko memutuskan untuk pergi meninggalkan
panti dan hidup menggelandang sampai saat ini.
Pertemuan antara Joko dan Dono, membawa arti tersendiri bagi keduanya
mereka bisa saling mengerti arti kekeluargaan, persahabatan, kesetiaan,
dan juga arti kemandirian.
“Joko sepertinya cita-citamu mau hujan (ledek Dono)” “apa yang kau
maksud?” Joko tidak mengerti apa yang dibicarakan temannya “itu
(menunjuk langit)” “iya, sebentar lagi akan turun hujan, cepat kau
masukkan kardus itu, nanti kalau tak bisa kena hujan tu” perintah Joko
“baiklah” jawab Dono.
Awan hitam menyelimuti wajah kota itu, suasana jalan yang ramaipun
mulai menggema di telinga, mobil, motor berlalu lalang saling
memperebutkan jalan, gerimispun tak bisa dibendung lagi sampai hujan
benar-benar mengguyur kota itu. “Joko, kalau hujan-hujan begini apa yang
kau rasakan” tanya Dono “dingin” jawab Joko “itu saja?” “trus maumu
aku jawab apa?” tanya Joko “heemm aku jadi teringat nenekku” jawab Dono,
“untuk apa kau mengingatnya diakan sudah tenang di alamnya” “iya, aku
tau” “sudah jangan mengajakku ngobrol aku ngantuk” pinta Joko.
Dinginnya malam terasa sampai ketulang. Hidup dalam keremang-remangan
hanya ditemani dua buah lilin yang menyala dan tentu saja lilin itu
tidak bisa meneranginya sampai pagi.
“ah Joko cepat sekali dia tidur, terlihat pulas pula” berbicara sendiri.
Dalam lamunan malam tiba-tiba saja Dono teringat kejadian siang tadi tentang apa itu cita-cita.
“kanapa aku jadi teringat cita-citaku dulu, haha (tertawa) dulu aku
bercita-cita jadi dokter, yaa karena terinspirasi dari nenek yang sering
sakit-sakitan aku ingin mengobati sakit nenekku, tapi ah sudahlah aku
ini orang miskin tak perlu punya cita-cita yang tinggi, yang terpenting
perut kenyang sudah cukup”
“kau ini berbicara sendiri seperti orang gila saja” kata Joko
“kau belum tidur rupanya” jawab Dono
“mana mungkin aku bisa tidur kalo kau masih menggema ditelingaku”
“hahaha maafkan aku sobat” ledek Dono
“kudengar kau dulu bercita-cita jadi dokter?” tanya Joko
“iya, tapi itu dulu” jawabnya
“iya, dokter itu pekerjaan yang mulia” kata Joko
“memanglah, maka dari itu aku ingin sekali jadi dokter” kata Dono
“ya semoga saja cita-citamu jadi kenyataan”
“haha (tertawa) wah sepertinya sobatku ini sedang berusaha
menghiburku, heh Joko kita ini orang tak punya, miskin, gelandangan,
mana mungkinlah cita-citaku itu bisa jadi kenyataan?”
“man jadda wajadaa”
“ah sudahlah, kau tidur saja sana katanya sudah mengantuk” perintah Dono.
Angin malam terasa begitu dinginnya sampai menusuk ke tulang. Tetesan
air hujanpun jatuh ke bak pemandian terakhir. Suara setan jalan yang
gaduhpun tak lagi mereka dengar. Malam dan semakin malam keduanyapun
terlelap dalam tidur yang panjang, hingga menemukan harapan-harapan baru
dalam impinya.
“selamat pagi pak dokter” terdengar suara yang tak asing baginya hingga mengejutkan Dono
“nenek! (Terkejut)”
“nenek bangga padamu nak, akhirnya kamu bisa mewujudkan cita-citamu”
“bagaimana mungkin nenek bisa sampai disini, aku tidak percaya ini nenek, ini pasti mimpi” kata Dono
“heh kok mimpi, ya ini nenek lo nak, apa nenek terlihat lebih muda to, kok kamu nggak ngenalin nenek?” jawab nenek
“Dono, rindu sama nenek (memeluk nenek)”
“kalo jadi dokter itu yang bener, niatnya bukan karena uang, tapi
karena ikhlas membantu semasa, kalo niatnya cuma nyari uang, gak bakalan
ono rasa puas neng atimu (tersenyum)”
“iya nek Dono paham, Dono akan terus ingat pesan nenek”
“sudah ya nenek pamit dulu (tersenyum)”
“nenek mau kemana?” tanya Dono
“ya nenek mau jualan tempe dulu, nanti kalo gak dijual kita gak dapet
duit, terus kita mau makan apa coba? (tersenyum dan melangkah pergi)”
Dono hanya bengong dan berdiri kaku melihat nenek melangkah pergi
meninggalkannya sampai benar-benar punggung nenek tak terlihat.
“nenek tunggu! Dono mau ikut nenek!” jerit Dono
“Dono, Dono, bangun!?”
“hah, aku mimpi bertemu nenek Ko”
“kau mimpi nenekmu itu karena kau lagi kepikiran dia, makanya kau
sering-seringlah berdoa untuk nenekmu itu!, sudah tidur lagi sana,
jangan lupa berdoa (perintah Joko)”
“iya, iya baiklah”
Dono hanya menurut saja apa yang diperintah Joko, Dono tak habis
pikir dalam mimpinya ia bisa mengenakan pakaian putih seperti Dokter.
Rasa gelisah mulai menggelayuti perasaanya. “apa bisa aku memujudkan
mimpi indah ini?” Dono mulai bertanya pada diri sendiri tentang apa yang
ia cita-citakan selama ini.
Sejuknya matahari pagi mulai merambah kepemukiman kumuh, lalat-lalat
hijaupun sudah terlihat jelas dimata, sungguh pamandangan ini
benar-benar tak menyejukkan mata, tetapi ya seperti inilah keadannya.
“Dono, Dono, aku ingin cerita mimpiku semalam?”
“mimpi apa kau Joko?” tanya Dono
“kau semalam mimpi bertemu dengan nenekmukan? Kalo aku mimpi menjadi
pilot, sungguh ini benar-benar mimpi yang indah, aku merasa begitu
bahagia, dengan rasa bangga aku yang menjadi pilot dalam pesawat itu,
kubawa terbang tinggi, tinggi, dan tinggi.. sekali pesawat itu, sampai
kulihat rumah-rumah dan gedung yang tinggipun terlihat sangat kecil.
Hebat bukan mimpiku itu!” dengan rasa penuh semangat Joko menceritakan
mimpinya, dan Donopun membalas cerita mimpinya dengan rasa yang tak
kalah semangat.
“iya, aku mimpi bertemu nenekku, dalam mimpiku nenek terlihat begitu
bangga dan bahagia melihatku, hal itu jelas sekali dengan senyum khas
nenekku, kau tau dalam mimpi itu aku mengenakan pakaian putih seorang
Dokter, ya aku menjadi Dokter, tapi itu hanya dalam mimpi”
“Dono kita berdua mimpi tentang cita-cita kita, kita bisa
memimpikannya tapi belum bisa mewujudkannya, maukah kau berjanji satu
hal padaku”
“berjanji, apa itu”
“berjanji untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita kita, cita-cita yang selama ini kita impikan Dono”
“tapi bagaimana caranya Ko” tanya Dono
“berjanjilah terlebih dahulu” pinta Joko
“iya aku berjanji”
Keduanya saling mengikrar janji untuk mewujudkan apa yang mereka
cita-citakan. Rasa semangat untuk mewujudkan cita cita mulai tertanam
kembali pada diri mereka masing-masing.
“nanti sore pak Samson akan pergi ke Jogja”
“Jogja?” terkejut
“iya Jogja, kota pendidikan, banyak orang yang datang kesana untuk
belajar, belajar pendidikan, agama, kesehatan, hukum dan masih banyak
lagi”
“aku ingin pergi kesana Ko”
“iya beruntunglah kita pak Samson mengajak kita untuk pergi kesana, disana kita akan disekolahkan oleh pak Samson”
“kamu serius Ko?” tanya Dono
“iya aku serius, mana mungkinlah aku berbohong, kata pak Samson
selain sekolah kita juga diizinkan untuk bekerja, jadi kita nanti
sekolah sambil bekerja untung-untung untuk tambahan biaya sekolah kita
Don?”
“Joko aku ingin sekali pergi ikut pak Samson”
“berjanjilah padaku Don, kita akan bersama-sama mewujudkan cita-cita
kita, tentunya dengan usaha, kerja keras, doa, dan jangan mudah putus
asa”
“ya aku berjanji Ko, kita akan sukses bersama-sama”
“man jadda wajaada”
“man jadda wajaada”
Keduanyapun pergi menemui pak Samson untuk membicarakan keberangkatannya ke Jogja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar